Jumat, 23 November 2012

PANCASILA ANTARA IDEOLOGI BANGSA DAN SLOGAN



P
esta demokrasi memperebutkan kursi DKI 1 begitu semarak dan hebatnya. Semua kandidat menunjukan karya-karya terbaiknya sebagai cerminan kepemimpinan yang akan datang. Dari mulai jalur sosial, intelektual hingga azas keagamaan pun menjadi ajang tanding, hingga mencuat isu SARA tentang ras dan agama salah satu calon kandidat. Ayat-ayat suci agama pun dijadikan senjata kampanye untuk mensosialisasikan kandidat tertentu. Dalam kurun waktu singkat, seorang musisi disulap menjadi ulama politik yang handal mengunakan ayat-ayat suci hingga mendeskreditkan kandidat tertentu pula. “Haram hukumnya jika umat Islam dipimpin oleh Pemimpin yang bukan muslim (kafir)” dan “Allah akan memusuhi umatnya yang memilih pemimpin dari golongan orang kafir” ujar sang raja dangdut.

Apakah PANCASILA yang merupakan satu dari empat pilar bangsa ini, masih diposisikan sebagai ideologi bangsa atau kini hanya menjadi hiasan dan sebuah slogan semata.

Ada sebuah pembuktian besar dibalik terungkapnya pernyataan SARA yang dilakukan raja dangdut tersebut. Hal ini bukan hanya sekedar pernyataan untuk mendeskreditkan salah satu kandidat dan memenangkan kandidat lain, tapi ada sebuah kenyataan besar yang terungkap tentang tata cara beragama bangsa Indonesia saat ini.

Pernyataan tersebut adalah sebagian kecil dari begitu banyaknya doktrin agamais yang disebarkan untuk menciptakan jurang pemisah antar umat beragama, yang dulu dilakukan secara diam-diam namun kini dilakukan secara terang-terangan.

Para pakar-pakar agama tidak lagi mementingkan kesucian iman umat pada tuhannya, tetapi memberitakan perbandingan-perbandingan yang menjelekan agama lain. Mereka tidak lagi memberitakan jalan pada umat untuk mempertebal iman ketuhanannya, tetapi mengajarkan agar umatnya mempertebal rasa perbedaan kepada umat lain yang berbeda agama. Dan saat ini, hal ini terjadi di semua agama di bangsa ini.

Agama yang menjadi salah satu inti dibentuknya PANCASILA sebagai pilar pemersatu bangsa, kini menjadi pemecah belah bangsa. Agama yang merupakan penghubung antara manusia dengan Tuhan, kini tidak diposisikan sebagaimana mestinya.

Demokrasi dan Kerukunan Antar Umat Beragama hanya menjadi lips service para pemuka-pemuka agama di depan umum, namun tetap menerapkan dan mengajarkan perbedaan pada umat-umatnya.

Melihat kenyataan bangsa saat ini, sungguh menyayat perasaan. Gereja ditutup dimana-mana hanya karena permintaan sekelompok orang yang mengatasnamakan sebuah agama. Saat salah satu agama menjalankan ritual tahunannya, seluruh tempat penjualan makanan ditutup secara paksa, seakan-akan peraturan bangsa tidak berlaku disana. Larangan agama untuk tidak bertindak semena-mena dihalalkan demi hal-hal yang diangap tidak sesuai ajaran agama tertentu.

Pemerintah yang memiliki andil untuk meluruskan seluruh permasalahan dan egoisme kelompok agama tersebut, kini malah diluruskan oleh kelompok-kelompok agama tertentu. apakah memang pemerintah tidak berdaya, atau malah pemerintah setuju dengan aksi tersebut, karena kesamaan agama antara mayoritas penyelengara negara dengan kelompok tersebut. Dan apakah tidak ada tempat lagi di bangsa ini bagi masyarakat yang beragama minoritas.

Berdengung di telinga saya ucapan Bung Karno yang selalu diteriakan Permadi dalam setiap orasinya, “Hei Bangsaku, jika kau ingin mempelajari agama. pelajarilah ia hingga menemukan apinya, jangan hanya belajar menemukan abunya”. Jika ucapan ini diikuti dan diterapkan, maka tidak akan ada perbandingan atara agama yang satu dan yang lain, tidak akan ada organisasi agama tertentu yang merasa paling suci dan bertindak sesuka hatinya, dan tidak akan ada ulama-ulama yang mempolitisir ayat-ayat suci demi kepentingan tertentu semata.

Akankah empat pilar bangsa yang selalu dielu-elukan, dan dipamerkan para pendiri bangsa sebagai produk bangsa Indonesia yang tidak dimiliki negara lain, tetap akan menjadi ideologi bangsa, atau suatu saat hanya akan ada di buku sejarah yang tertata apik di perpustakaan nasional, karena bangsa ini telah melupakan budaya keagamaan asli pertiwinya dan berbangga diri dengan kebudayaan agama bangsa luar.

Kamis, 29 Maret 2012

AGAMA, ADAT-ISTIADAT, DAN KEPERCAYAAN SUKU


M
ungkin banyak dari kita yang bosan melihat judul diatas, karena begitu seringnya kita mendengar dan mengatakannya. Namun apa sebenarnya arti dari kata-kata diatas. Apakah ketiga kata tersebut berbeda arti, atau malah berasal dari satu arti.

Banyak orang mengartikan Agama adalah suatu cara, peraturan, acuan, himbauan kepada makhluk yang berakhlak untuk tidak kacau (sesuai arti kata A = tidak, GAM = kacau). Namun pernahkah kita berfikir, HAL apa sebenarnya yang diberi nama agama tersebut. Sehingga hari ini Nama dari suatu hal itu juga telah diberi nama bermacam-macam ; Hindu, Kristen, Budha, jain, Taoism, Dan Lain-Lain (mungkin suatu saat “Kata Dan Lain-Lain” juga akan dijadikan nama suatu agama).

Kemudian, apa itu “Kepercayaan Suku”, menurut tata bahasanya berarti suatu hal yang dipercayai oleh sebuah suku. Namun pernahkah kita bertanya mengapa suatu hal tersebut sampai dapat dipercayai. Atau malah kita sering berfikir hal tersebut bisa dipercayai para sukuisme karena tingkat akal nya yang tergolong rendah. Namun apakah benar, tingkat akal para sukuisme itu tergolong rendah. Dalam mempercayai sesuatu, akal bukanlah faktor utama karena banyak hal yang diluar akal, namun dipercayai para sarjanawan bahkan profesor melebihi dirinya sendiri. Contoh kecil saja keberadaan sorga dan neraka. Siapa didunia ini yang bisa menjamin kedua tempat tersebut benar-benar ada.

Sekarang mari kita lihat tentang adat istiadat. Siapa dari kita yang bisa mengatakan kapan pertama kalinya suatu adat pada suku, ras, maupun etnis kita mulai dilakukan. Manakah yang lebih dahulu dibuat, adat istiadatnya atau menemukan nama suku kita, sehingga adat tersebut kita klaim sebagai adat dari suku kita.

Banyak diantara kita yang hari ini sangat menekuni sebuah agama atau ajaran tertentu dan membanding-bandingkannya dengan ajaran, agama, kepercayaan yang lain. Kemudian mengklaim bahwa ajarannya yang paling benar dan orang yang bukan penganut ajarannya bukan termasuk dalam kategori “ORANG” sehingga tidak lagi ada penghormatan disana.

Bagaimana kita dapat menyamakan buah durian dengan buah rambutan, walau mereka sama-sama dalam kategori buah. Bahkan sesama buah Durian pun memiliki banyak jenis, dan sesama jenis buah durian pun memiliki banyak rupa dan rasa.

HAL APA DIDUNIA INI YANG MEMPUNYAI KESAMAAN SEHINGGA BISA DISEBUT
“SAMA”
Sebuah kepercayaan sukuisme, ada dan diikuti karena suatu hal tersebut memberi kebaikan bagi mereka. Mereka tidak tau apa dan bagaimana suatu hal tersebut muncul dan membuat sebuah keadaan menjadi baik. Dalam hal ini “SUATU HAL” tersebut dihormati dengan tujuan memberi keselamatan bagi diri sendiri dan keluarga. (tidak memikirkan hal tersebut akan diikuti orang lain atau tidak).

Kemudian dengan perkembangan evolusi akal manusia, kepercayaan sukuisme ini di saring menurut akal dan dicerna menurut pikiran. Perbedaan manusia, tempat, dan tata-cara membuat perbedaan cara penyaringan kepercayaan tersebut sehingga hasil dari penyaringan tiap kelompok itu menjadi adat nya. (inilah alasan mengapa adat-istiadat setiap suku berbeda. bahkan satu suku yang berbeda tempat setelah sekian lama, akan memiliki adat yang berbeda). Dalam hal ini kepercayaan tersebut telah disebarkan dalam suatu kelompok tertentu, sehingga menjadi cerminan kelompoknya.

Semakin berkembangnya zaman, dan berkembangnya pola pikir serta kecerdasan manusia “HAL” tersebut dicoba untuk ditelusuri dengan maksud untuk menemukan kebahagiaan. Berbeda cara, metode, gaya, penemuan dari penelusuran tersebut menghasilkan perbedaan HASIL. Hasil-Hasil yang berbeda tersebut, kemudian ditelusuri lagi sehingga menghasilkan sesuatu yaitu “HENING”. Namun hanya beberapa orang yang dapat mencapai suatu titik hening tadi. Dan begitu banyak kesulitan dihadapi dalam mencapainya. Maka sebagai penuntun untuk mencapai titik tersebut, dijadikanlah jalan tersebut sebagai yang dikatakan “AGAMA”.

Namun hari ini kita lupa bahwa tujuan agama tersebut hanya memberi kita informasi mengenai suatu cara, suatu jalan, suatu metode untuk mencapai yang dikatakan “BRAHMAN”, yang dikatakan “MANUNGALING KAWULA GUSTI”, yang dikatakan “KRISTUS”, yang dikatakan “AKU DIDALAM AKU”, yang dikatakan “HABLUM MINALLAH”. Hari ini ada penganut agama yang menyebut manusia sebagai hewan, jika tidak sepaham dengan agamanya. Ada yang mengatakan agama anutannya yang paling benar, sehingga yang tidak sepaham bukanlah tergolong manusia. Ada yang mengatakan bahwa selain agama anutannya adalah musuh.

Muhammad, Jesus, Krishna, Nanak Dev, Shidarta Gautama, Baba adalah orang-orang yang hari ini mengalami penghinaan paling rendah, bahkan lebih rendah dari pada hewan. Akibat perlakuan para penganut agama seperti diatas.

Sanathana Dharma adalah suatu ajaran yang tidak pernah dimulai dan tidak pernah berakhir. Hindu adalah sebuah julukan dari Sanathana Dharma, dan bahkan Sanathana Dharma tersebut adalah julukan dari “HAL” yang kita bicarakan.

Setiap manusia memiliki jalannya masing-masing dalam mencapai titik hening, dan dalam menemukan jalannya maka gunakanlah “agama yang benar-benar agama” sebagai panduannya. Setelah itu maka “Dirimulah agamamu, dan Dirimulah Tuhanmu”= “AHAM BRAHMASMI”. Tidak ada satu agama apapun didunia ini yang akan mengantar manusia pada titik akhir yang banyak disebut orang sebagai “KESEMPURNAAN”. Dan tidak akan ada dua orang yang menemukan titik tersebut dengan cara yang sama. Sebagai bukti, silahkan para pembaca melihat keatas selama 30 detik dan kemudian pejamkan mata dalam posisi semula. Apa yang anda lihat? Jika ada 7 milyar penduduk dunia, maka akan ada 7 milyar penglihatan yang akan muncul. Dan jika sebuah cara akan dijadikan agama, maka akan ada sekitar 7 milyar agama di bumi ini.

Lantas,...

Mengapa kita para manusia hanya terus disibukkan dengan sebuah nama dan sebuah cara. Marilah kita mencari jalan kita sendiri dengan panduan agama yang kita anut untuk menjadi Manusia yang sesungguhnya.

Kebenaran akan muncul dari sebuah kebenaran, ia tidak akan muncul dari sebuah kesalahan. Maka berusahalah mencapai sebuah kebenaran, dan kita akan menemukan kebenaran yang lebih tinggi.

Semoga salah seorang saudaraku yang berada disuatu tempat, bisa menemukan jawaban pertanyaannya dari tulisan ini.

Semoga bermanfaat.
M.R. Tamil Selvan.

 

Senin, 20 Februari 2012

Kesempurnaan yang Hakiki


Didunia ini kita selalu merasa teman, sahabat, keluarga, dan orang-orang disekeliling kita adalah segalanya. Disatu sisi kehidupan ada orang yang rela mengorbankan segalanya termasuk nyawanya demi seseorang yang dikasihinya. Disisi lain ada orang yang selalu memanfaatkan orang-orang yang mengasihinya demi kepentingannya sendiri. Orang yang selalu mengasihi, selalu dilanda bermacam-macam kesulitan hidup. Sedangkan orang yang memanfaatkan kasih seseorang selalu hidup tenang dan nyaman. Ada orang yang mengorbankan segalanya demi kelangsungan hidup orang lain, namun ada orang yang mengorbankan segalanya demi kelangsungan hidupnya walau mengorbangkan hidup orang lain. Dalam fenomena kehidupan, karena terlalu besarnya kasih dan cinta kita kepada seseorang, kita menjadi sangat "terikat". Sehingga kita lupa bahwa didunia ini, kita tidak memiliki apa-apa termasuk diri kita.
Ada sebuah syair India Selatan berkata...

"Kurthe naka, nallawe... Kurthe le naka, khedhewe...
Othi senjhe naka, theiweme... Othi seyile naka, pisasunge...
Sirippu naka, kudde sirippunge... Aluthu naka, ondhia sawwu solleringe..."

artinya...

"Ketika kau memberi, orang-orang akan menyebutmu sebagai orang baik...
Ketika kau tidak punya untuk memberi, maka kau akan disebut orang jahat...
Ketika kau menolong, kau akan disebut dewa...
Ketika kau tak bisa menolong, kau akan disebut sebagai iblis...
Ketika kau gembira, maka semua orang akan menikmati kegembiraanmu...
Ketika kau menangis, tidak ada yang akan memperdulikanmu..."

Syair ini menginformasikan tentang peraturan kehidupan di dunia ini terutama pada zaman yang banyak disebut orang sebagai “Kali Yuga”. Banyak para Pemuka Agama, Guru Spiritual, Ahli-Ahli Meditasi yang selalu berkata dan mengajarkan “Lepaskan diri dari keterikatan Duniawi, maka kau akan bahagia” dan ada juga yang mengatakan “Jangan pernah berharap apapun, terima semua apa adanya, maka kau tidak akan sengsara”.

Saya hanya ingin mengatakan terima kasih pada guru-guru tersebut yang telah mengimplementasikan ajarannya. Namun jika memang ada tolong beritahu saya satu contoh orang yang pernah hidup (bukan legenda), yang pernah melakukan dan lulus dari salah satu kalimat diatas. Dan jika memang ada, saya mohon berikan satu contoh guru spiritual, Pemuka Agama, atau Ahli-ahli meditasi yang telah melakukan hal tersebut sebelum mereka mengajarkannya pada orang lain.

Hari ini begitu banyak Guru-Guru yang menyatakan dirinya suci, mengajarkan tentang nilai-nilai keagamaan yang dia sendiri tidak mengerti dengan jelas, sehingga membuat hal-hal keliru terjadi dan mengakibatkan pertikaian, perkelahian tanpa sebab yang jelas.

Kalimat “Lepaskan diri dari keterikatan duniawi, maka kau akan bahagia” sering disalah artikan masyarakat, sehingga mengakibatkan banyak anak muda pada usia-usia produktif yang seharusnya bekerja dan menafkai orang tuanya, malah terus berjapa, tidak makan dan meningalkan keluarganya untuk pergi menyepi. Padahal dia sendiri tidak tahu apa arti japanya itu.
Ada seorang suami yang pergi meninggalkan anak istrinya, pergi menyendiri, bermeditasi dengan tujuan mencapai kesempurnaan, sementara anak istrinya terlantar dengan hidup yang tidak karu-karuan. (meniru Tokoh Sri Ragavendra).

Tanpa kita sadari, begitu banyak akibat perbuatan kita yang menyengsarakan orang lain, dan kita terus mengejar kesempurnaan yang kita sendiri tidak tahu dengan jelas.
Pertanyaan saya, Apakah setelah kita menyengsarakan orang lain kesempurnaan illahi akan datang pada kita,..??

Sri Ramakrisna seorang guru suci yang menjadi guru Swami Vivekananda, pada saat Vivekananda dijodohkan dia berdoa pada Dhurga Maa agar Vivekananda menolak lamaran tersebut. Seorang guru suci sekelas Sri Ramakrisna saja memiliki keterikatan yang begitu besar pada muridnya (keduniawian). Tidak ada seorangpun yang bisa melepaskan dirinya dari keduniawian, karena dia sendiri adalah bahagian dari alam ini. Mungkin seseorang bisa bertahan melakukan pelepasan diri dengan segala sesuatu yang terjadi pada dirinya, namun ketika sesuatu terjadi pada orang yang dicintainya maka dia tidak akan bisa bertahan. Manusia mana yang bisa melihat ibunya disakiti dan tidak berbuat apa-apa,..?? Bahkan sebuah patung kayu pun memiliki keterikatan, yaitu keterikatan dengan waktu yang akan membawanya pada saat dimana dia akan rapuh dan rubuh.

Jika kita lihat kembali syair diatas dan kedua kalimat yang kita bicarakan, arti yang di pesankan oleh sabda tersebut adalah sebagai manusia kita harus melepaskan diri dari “keduniawian”, keduniawian yang dimaksud adalah 5 akar sifat duniawi yang selalu menyengsarakan kita, yaitu iri, benci, dengki, emosi, dan tamak. Sabda tersebut mengajarkan kita agar tetap melakukan hal-hal yang baik menurut hati nurani kita. Pada syair “Ketika kau memberi, orang-orang akan menyebutmu sebagai orang baik... Ketika kau tidak punya untuk memberi, maka kau akan disebut orang jahat...kita bukan diajarkan untuk mempasrahkan diri kita kepada keadaan. Dalam hidup kita harus berjuang dan bertempur untuk menjadi pemenang dalam karma kita. Disini kita diajarkan untuk “tidak pernah berharap” pada hasil dari perbuatan yang telah kita lakukan. Karena didunia ini kita hanya ditugaskan untuk berbuat, dan terus berbuat sesuai dengan dharma kita. Sebagai seorang Hindu kita memiliki keyakinan bahwa biarkan esensi karma dan pengaruh alam yang menentukan setiap hasil dari perbuatan kita.

Setiap manusia dilahirkan didunia ini memiliki suatu maksud, memiliki suatu missi, memiliki suatu tujuan yang sangat panjang. Maka jangan habiskan saat-saat berharga dalam dirimu untuk mengejar sesuatu yang kita sendiri tidak mengetahuinya.

Seorang manusia lahir seorang diri, dan matipun seorang diri. Namun bukan kelahiran dan kematianlah yang terpenting, tapi seberapa banyak kita bisa menyelamatkan orang hidup yang akan mati mata hatinya karena menyengsarakan ayah, ibu, anak, istri dan sanak saudaranya dengan pengertian-pengertian keliru yang akhirnya menyengsarakan semua orang. Pada titik inilah akan kita temukan kesempurnaan dan kesejatian diri sebenarnya.


By : M.R. Tamil Selvan

Kamis, 12 Januari 2012

RAHASIA KEDAMAIAN SEJATI


K
ita sering membicarakan damai, sebenarnya apa arti damai tersebut...???
Menurut para ahli, Damai berarti “penyesuaian dan pengarahan yang baik, dari seorang terhadap penciptanya atau hasil ciptanya pada semua pihak”. Menurut umum Damai adalah “suatu keadaan tanpa pertikaian atau tanpa perang”. Lalu saya mau bertanya, siapa yang mengatakan bahwa kondisi perang adalah kondisi yang tidak damai.
Didalam perang keadaan yang tidak damai dirasakan oleh korban perang, sementara pihak yang berkuasa merasa senang dan merasa damai. Bukankah damai itu juga ada didalam perang.
Hari ini kita liat bangsa ini begitu ricuh dan berantakan, dan orang mengatakan ini adalah suatu yang tidak damai. Tapi saya bertanya, siapa kah yang tidak damai...???
Buktinya para pejabat, tidak terpengaruh dengan kondisi yang dikatakan tidak damai tersebut, dan mereka damai-damai saja menikmati hidupnya.
Lalu apa itu Damai...???
Ada sebuah cerita, Shanty adalah seorang wanita cantik yang terkenal sangat jahat. Suatu hari dia datang dengan membawa racun untuk membunuh Birju. Namun karena Birju menyenangi Shanty, saat Birju meminum racun dari pemberian Shanty walaupun ia merasa kesakitan, ia berguman dalam hati "ooh... betapa baiknya hati wanita ini, dia bersusah payah membawakan aku obat, namun obat tersebut tidak cocok denganku, sungguh berhutang budinya aku”.
Kemudian datanglah Manju seorang wanita jelek yang sangat baik hati membawa obat untuk menyelamatkan Birju, sedangkan Birju sangat membenci Manju, walau tanpa alasan. Ketika diminumya obat pemberian Manju dan ia merasa mulai sembuh, ia berguman "sunguh adil Tuhan kepadaku. Walau racun yang dibawanya untuk membunuhku, namun racun itu malah menyembuhkan penyakitku. Dasar perempuan sial, semoga tuhan mengutuk manusia jahat sepertimu.”


 “Kenalilah dulu dirimu, baru kau akan mengenali orang lain. Cintailah dahulu dirimu, maka orang lain akan mencintaimu”

Ini adalah gambaran kehidupan saat ini. dan beberapa kelompok orang mengatakannya kaliyuga. Didunia ini tidak ada orang jahat atau orang baik. Semua itu hanya didasarkan pada “Rasa Suka” atau “Rasa Tidak suka”. Ketika kita menyenangi seseorang, maka tanpa perduli siapa dan apa yang dilakukan orang tersebut, kita tetap akan memfonis dia sebagai orang baik. Begitu juga sebaliknya, ketika kita membenci orang lain, walau sebaik apapun dirinya kepada kita, kita tetap mengangapnya sebagai orang jahat.
Lalu, apa ini semua yang dikatakan damai...???

Damai adalah suatu keadaan yang bisa diterima seseorang, tanpa menimbulkan rasa kekurangan pada orang lain walaupun rasa kekurangan itu timbul dari sumber kejahatan dirinya sendiri. Sesuatu yang dikatakan damai, adalah damai yang bisa diterima diri sendiri dan di katakana semua mahkluk sebagai suatu kedamaian.
Lalu apa itu...??? Jawabnya hanya satu yaitu cinta kasih. Kenalilah dulu dirimu, baru kau akan mengenali orang lain. Cintailah dahulu dirimu, maka orang lain akan mencintaimu. Ketika kita benar-benar mengenali diri kita, maka apa yang kita rasakan senang maka orang lain juga akan senang jika diperlakukan demikian, dan apa yang kita rasakan sakit maka orang lain juga akan sakit dengan perlakuan demikian (sifat empati). Dan setelah kita bisa mengenali diri kita, maka akan timbul cinta didalamnya, dan ketika kita mencintai diri kita dengan sesunguhnya maka kuasa alam akan bekerja disana sehingga alam serta orang lain juga akan mencintai dan menyayangi kita (esensi mikrokosmos dan makrokosmos). Hari ini hanya segelintir orang yang benar-benar mengenali dirinya apalagi mencintai dirinya. Jika orang-orang benar telah mengenali dirinya, maka tidak akan kita lihat lagi ada orang yang masih merokok, tidak akan kita lihat lagi ada laki-laki yang menghambur-hamburkan air sucinya, tidak akan kita lihat lagi ada orang yang menyakiti dirinya dengan tattoo dan piercing, dan tidak akan ada lagi orang yang akan menyia-nyiakan orangtuanya, istrinya, suaminya, atau anak-anaknya. Inilah damai yang bisa dikatakan damai untuk semua orang tanpa ada yang merasa tersakiti.
Didalam cinta yang sebenarnya tidak akan kita jumpai kata-kata “kekecewaan”. Karena cinta tidak pernah mengajarkan untuk mengharap, tapi cinta mengajarkan kita untuk memberi tanpa harapan apapun, sekalipun harapan itu adalah harapan agar orang mau menerima kebaikan atau cinta yang kita berikan. Tugas kita hanya memberi dan percayakan semuanya kepada Ilahi, seperti tulisan ini kita tidak perlu memikirkan apakah pemberian dan bacaan yang kita berikan bisa diterima dan diamalkan atau dibuang dan dihina. Biarkan Kuasa Shang Hyang Widi dan Kuasa Alam dengan sistematika Karma yang mengatur segalanya. Inilah esensi kedamaian yang hakiki.

Jumat, 18 Maret 2011

ESENSI KEMURNIAN SEBUAH HINDU



Suatu hari ada seorang anak yang tanpa sengaja masuk pada ruangan arca dewa wisnu pada suatu kuil. Lalu dengan cepat sang ibu memanggil anaknya dan memarahinya “kamu jangan sembarangan masuk kesana, nanti dewa itu marah”.
Lantas sang anak bertanya “kenapa tidak boleh bu, saya ingin menyembah dewa itu”
Lalu ibunya menjawab “ jangan!!. Menyembah dewa wisnu harus bersih dan suci baik jasmani dan rohani. Jika tidak maka kau akan terkena musibah”
Lantas pada saat itu muncul pertanyaan pada diri sang anak, apakah saya salah karena ingin menyembah???

Suatu hari lagi ada seseorang yang terkena sial (dalam Hindu Tamil disebut KANDHAM) pergi ketempat pendeta dan disarankan agar menyembah dan memberi persembahan minyak pada Dewa-Dewa Nawa Graha, terutama kepada Dewa Raghu Baghawan dan Kethu Baghawan. Orang tersebut bertanya “kenapa harus pada dewa itu?” Sang pendeta menjawab “karena setiap kesialan yang ada pada manusia berasal dari Dewa itu”. “Lalu apa setelah selesai melakukan ritual, kita boleh menyembah dewa itu” Tanya orang tersebut. “Jangan, penyembahan Dewa Raghu Baghawan dan Kethu Baghawan hanya dilakukan jika orang terkena Kandham” jawab pendeta itu.

Hindu mempunyai 3 unsur yaitu philosophi, theosofi dan ritual. Dalam tubuh Hindu Tamil sendiri sangat terbudaya suatu ritual, jika seseorang ingin permohonannya di kabulkan maka harus membuat atau memberi pengorbanan pada Dewi Durga. Hal ini biasa dilakukan pada “Adhi Masam” (sekitaran bulan Agustus pada penanggalan Masehi), dan biasa dilakukan dengan ritual menusuk lidah menggunakan “sulem (senjata Dewi Durga)”, berjalan diatas bara api (disebut Thi Mithi), dan memberi persembahan Kambing atau Ayam yang disembelih.

”Di Bali ada suatu ajaran Sesat yang disebut leak Hitam dan biasa dikaitkan dengan Batari Durga. Dimana ajaran itu diberikan sang batari pada umat manusia dengan persembahan darah.

1.      Pertanyaan saya adalah jika Hindu mempercayai Dewa-Dewi sebagai manifestasi Tuhan maka kenapa hanya untuk menyembah Dewa Wisnu kita harus suci jasmani dan rohani, apakah untuk Dewa lain itu tidak perlu?
2.      Lalu jika ada Dewa yang dianggap merupakan Sumber kesialan, lalu kenapa disembah?
3.      Seluruh alam merupakan manifestasi Brahman, lalu kenapa untuk menyembah Dewa kita mengorbankan Brahman (Diri Sendiri dan Hewan)?
4.      Jika Betari Durga merupakan Sumber ilmu sesat yaitu Leak Hitam, menggapa Dewi Saraswati yang merupakan perwujudannya kita sembah?

Inilah persepsi Hindu versi nenek Moyang yang selalu terjadi. Kenapa saya sebut Versi nenek moyang, karena metode ini datangnya dari para leluhur kita, yang tidak boleh dipertanyakan kenapa, dan bagaimana. Dan kita dituntut untuk mengikutinya. Hal ini lah yang menimbulkan Ribuan tanda Tanya di HATI para umat, dan tidak pernah mendapat kebenaran. Sehingga cenderung membuat kesimpulan sendiri dan menjadi suatu aliran-aliran dalam Tubuh Hindu ( Inilah salah satu penyebab banyaknya aliran kepercayaan dalam Hindu).

Dalam berkembangnya suatu agama, hal itu memiliki dua faktor besar dalam kehidupan yaitu Budaya dan Agama. Ajaran agama akan tetap sama karena memiliki suatu panutan tertentu akan ajaran tersebut. Namun budaya adalah suatu kegiatan dan kebiasaan yang terjadi dan berbeda disetiap tempat, suku, maupun adat.

Sedangkan dalam penyebarannya agama sering dicampur-baurkan dengan budaya. Padahal tujuan sebenarnya mengapa agama disandingkan dengan budaya, tujuannya agar agama tersebut mudah diterima dan dimenggerti oleh masyarakat pada tempat tersebut (inilah alasan menggapa setiap tatacara keagamaan disetiap tempat berbeda-beda, walau agamanya sama). Namun yang jadi permasalahannya adalah pertama, mind seat orang tua kita terdahulu. Mereka sangat mensucikan dan mensakralkan agama tersebut sehingga tidak memperbolehkan ada pertanyaan-pertanyaan tentang ritual suci yang dilakukan, dan tidak jarang untuk menjaga rasa bakti dan hormat kita pada para dewa-dewa dibuat sebuah ancaman-ancaman (seperti cerita menyembah dewa wisnu diatas). Namun sebenarnya hal ini bertujuan untuk menjaga rasa hormat kita pada para Dewa-Dewa tersebut. Faktor kedua adalah sangat sedikitnya penjelasan yang disampaikan oleh orang tua kita terdahulu kepada generasi penerus antara batasan-batasan agama dan budaya, sehingga hari ini banyak dari kita yang tidak tau mana yang budaya dan mana yang agama (seperti beberapa kejadian yang saya ulas diatas).

Disamping kedua faktor tersebut masih banyak faktor-faktor lain yang terjadi akibat kesalahpahaman dan kurang mengertinya kita dalam mencerna sesuatu sehingga penyembahan suatu dewa dianggap kejam, hina dan lain-lain (salah satu contoh, pengkaitan Leak dengan Dewi Durga)

Untuk menjawab anggapan-anggapan tersebut maka akan saya memaparkan beberapa penjelasan :

Diatas banyak kita bicarakan menggenai Dewa-Dewi dan Arca, dan Sudah cukup banyak penjelasan yang dilakukan oleh para pakar-pakar agama, Buku-Buku yang diterbitkan tentang penggertian tersebut. namun malah membuat umat makin binggung, karena tidak jarang penjelasan yang satu malah bertentangan dengan yang lain.
 lalu sebenarnya apa arca itu??

Arca dikenal dan berasal dari Negara india, pada masyarakat Hindu Tamil Disebut “Selle”. Didunia ini Negara yang memiliki kebudayaan pertama dan tertinggi adalah India, yang dibuktikan dengan MOHENJO DARO dan HARRAPA yang sudah ada sekitar tahun 2600 SM (mungkin para pakar sejarah lebih mengetahui..!!). Masyarakat india adalah tipikal masyarakat sangat menghormati sesuatu yang dianggap bermanfaat untuknya. Pada saat munculnya “pengertian” tentang kehakikian JIWA dan ATMA, dan karena kecintaannya pada “pengertian tersebut maka dibuatlah arca.

Arca dibuat sebagai bahan penyampaian pesan dan informasi mengenai nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai kesucian, dan nilai-nilai spiritual kepada semua umat yang melihatnya. Dan salah satu alasan mengapa arca dibuat adalah agar informasi-informasi mulia itu dapat menyebar dan didapatkan siapa saja tanpa terhalang kondisi tempat dan waktu. Pada zaman yang terbilang kuno itu, para leluhur kita sudah memikirkan cara, bagaimana kita yang berada jauh dari india tapi tetap dapat menerima informasi-informasi suci itu. Dan hasilnya kita yang berada jauh di belahan bumi manapun telah dapat menggenal para Dewa-Dewi tersebut dengan suatu metode arca.

Saat ini telah banyak buku atau karangan tentang Filosofi Makna Arca. Sebagai contoh saya akan mengupas sedikit tentang Arca Ganesha.

Kenapa Arca Dewa Ganesha Diberi kepala Gajah berbadan manusia. Pada Arca ini informasi yang ingin disampaikan adalah:
·         mata yang kecil melambang kan ketajaman artinya manusia dituntut untuk teliti dalam hidup, dalam memutuskan Sesuatu yang baik dan yang salah.
·         Telinga yang besar dan mulut yang kecil artinya menghimbau kita agar lebih banyak mendengar sebagai tambahan wawasan dan sedikitlah berbicara, karena pembicaraan yang tidak perlu hanya akan menimbulkan masalah.
·         Belalai adalah simbol bekerja keras, pantang menyerah dan ulet dalam melakukan sesuatu. Lihat saja, seekor gajah dapat melemparkan batu seberat puluhan ton tapi juga dapat mengangkat sehelai daun kecil tanpa merusaknya.
·         Gading yang hanya satu dan yang satunya retak/pecah, mengajarkan kita untuk memecahkan dualitas pikiran dalam diri kita dan hidup dalam kepasrahan Brahman. Kita selalu hidup dengan berazaskan suka atau tidak suka, hal inilah yang menimbulkan penderitaan. Hiduplah dengan berpasrah diri lakukan semuanya dengan iklas maka kebahagian akan kita dapat.
·         Perut yang besar, memberi kita informasi agar tetap tenang dalam menghadapi seluruh masalah kehidupan

Inilah sedikit filosofi tentang Arca Dewa Ganesha, demikian juga seluruh Arca yang ada. Itu semua dibuat dengan maksud menyampaikan pesan moral, tata cara kehidupan hingga mencapai kesempurnaan bukan saja pada Umat Hindu tapi pada manusia yang melihatNya.

Lalu Kenapa Arca itu Disembah???

Alasannya adalah seperti yang kita tahu bahwa Umat Hindu India adalah tipikal masyarakat sangat menghormati sesuatu yang dianggap bermanfaat untuknya. Karena hal ini, Simbol Arca tersebut dianggap sebagai Guru Suci yang telah berjasa, dan menyembah adalah cara penghormatan tertinggi pada kebudayaan India.

Dari alasan ini jugalah, mengapa Umat Hindu India memajang dan Menyembah Foto Orang Tuanya yang telah meninggal dunia, Hal ini karena penghormatan terbesar dalam hidup manusia adalah Orang Tuanya.

Dari hal inilah muncul konsep mengapa Umat Hindu India tidak memakan lembu, karena lembu merupakan hewan yang dipakai untuk berkendara, dipakai sebagai alat membajak sawah (berfungsi sebagai ayah dalam mencari nafkah) dan diperah untuk diambil susunya (berfungsi sebagai ibu yang memberikan susu pada anaknya) maka tidak ada suatu ke-tega-an terbesar selain membunuh dan menyembelih simbol dari ayah dan ibu tersebut.

Dari konsep ini juga menggapa ada seorang pahlawan yang saat ini dikatakan Dewa oleh Umat Hindu Tamil di indonesia, “MADURAI WIRAN” beliau adalah seorang pahlawan dari Kota Madurai salah satu kota di Tamilnadu, India Selatan. Kata “MADURAI VIRAN” sendiri berarti “PEMBERANI dari kota MADURAI”, Karena Jasanya beliau sangat dihormati sehingga setelah wafat dibuat arca untuk menggenangnya dan untuk menghormatinya arca itu disembah oleh warga kota itu. Dan dengan persepsi yang salah masyarakat Hindu Tamil Indonesia menyembahnya sebagai Dewa. Namun dibalik semua ini, hal ini dilakukan karena rasa penghormatan dan cinta kasih yang begitu besar terhadap mereka.

Seorang Dewa dikatakan harus disembah secara suci, bersih, sangat sakral, hal ini adalah cara yang dilakukan para leluhur kita agar kita dapat menghormati para Dewa-Dewa tersebut. Mereka akan menyakralkan menyembah Istha Dewatanya, dan Istha Dewata setiap orang berbeda-beda. Itulah kenapa muncul persepsi, menyembah Dewa ini harus suci, Dewa yang itu tidak, dan lain sebagaiannya.

Dan terkadang mereka menakuti kita jika kita mempermainkanNya. Namun inilah cara mereka, dengan pemikiran mereka yang sangat jauh dari kita saat ini agar kita tetap hormat dan tidak mempermainkan secara sembarangan tentang Dewa tersebut.

Kenapa alasan ini tidak dikatakan pada para leluhur kita, sehingga kita tahu akan maknanya?
Jika hal ini dikatakan pada leluhur kita dahulu, daya pikir mereka tidak akan dapat menerima. Karena walaupun memiliki kebudayaan yang maju tapi daya nalar mereka sangat jauh dengan kita sekarang.

Seperti ketika anda memberi makan semut, jika anda memberikan segengam gula disarangnya maka mereka akan lari ketakutan, mereka akan kacau. Seperti itulah jika hal tersebut dikatakan secara harfiah pada para leluhur kita. Maka cara yang paling benar adalah biarkan sang semut mencari sendiri makanannya. Seperti kita yang selalu mencari kebenaran yang abadi.

Lalu menggapa Banyak Dewa-Dewi didalam Hindu…??

“DEWA-DEWI MERUPAKAN JALAN MENUJU BRAHMAN”. Hal ini sering disalah artikan oleh umat sedharma. Sehingga tidak jarak mereka melakukan ritual-ritual yang berbau gaib dan mengatas-namakan Dewa-Dewi tersebut yang akhirnya mencelakakan moral dan budi pekerti diri sendiri dan orang lain.

Banyaknya Dewa-Dewi dalam Hindu adalah karena faktor “menghormati dan kecintaan” seperti yang kita ulas diatas tadi. Sehingga pada saat suatu arca dibuat dengan suasana kecintaan luar biasa dan tujuan yang mulia, maka akan menghasilkan hal yang mulia pula. Dan karena begitu banyaknya informasi mulia yang akan disampaikan pada umat manusia guna pencapaian kesempurnaan, maka dibuat arca dan Dewa-dewi tersebut yang kesemuanya itu merupakan simbol-simbol informasi agar kita dapat mencapai kesucian dan kesempurnaan. Inilah dasar dan alasan mengapa dikatakan Dewa-dewi merupakan jalan menuju Brahman.

Maka dari pada itu, penghormatan tertinggi dan rasa terima kasih yang amat mendalam saya panjatkan pada konsep-konsep yang ada, karena dari konsep-konsep itulah akan muncul suatu pencerahan yang menimbulkan konsep lain. Karena Hindu tidak pernah menggajarkan menyalahkan sesuatu, Hindu selalu mengajarkan kebenaran, karena dari sebuah kebenaran kita akan berangkat ke kebenaran yang lebih hakiki. Sungguh tidak berbaktinya kita sebagai umat, jika kita mempolitisir suatu konsep demi kebutuhan kita, yang akhirnya berpengaruh jelek pada perkembangan umat dan mental Hindu dimasa mendatang.

Semoga tulisan ini menambah pengetahuan kita.

Namaskar,,
Aum Shanti, Shanti, Shanti Aum.
._/\_.


Senin, 14 Maret 2011

Dibalik Arti "HUKUM KARMA"

Disuatu tempat ada seorang anak sedang mencaci dan memaki orang tuanya tanpa sebab yang jelas, sehingga orang tuanya merasa sangat sakit hati dan sambil menangis dia berkata " nak, kau akan menerima karma atas perbuatanmu"

Ditempat lain ada seorang koruptor sedang memberi makan ribuan anak yatim-piatu dengan uang hasil korupsinya. Dan dalam hati ia bergumam “semoga karma baik menghampiriku”

Kemudian ditempat yang lain lagi, ada seorang karyawan yang dalam hidupnya selalu melakukan bakti terhadap orang tua, sesama, dan kepada yg maha kuasa. Dalam hidupnya selalu bekerja keras dan selalu melakukan dharma. Suatu hari melihat seorang teman yang sangat dikenalnya dia membatin “ lihatlah dia, hidupnya selalu menyengsarakan orang lain, semua kejahatan dilakukannya tanpa sungkan. Namun lihatlah kehidupannya, dia tidak kekurangan suatu apapun. Sementara aku, untuk makan saja terancam,… hahhh,… mengapa karma tidak adil,.. apakah hukum karma itu ada dan berjalan…”

Dari cerita-cerita diatas, kita banyak mendengar tentang karma. Sebenarnya apa arti karma tersebut…???
Hindu mempercayai hukum karma, “apa yang ditanam maka itulah yang akan dituai, dan siapa yang menanam maka ialah yang akan menuai”. Dengan kata lain apa dan siapa yg melakukan, maka dia sendiri yang akan menerima hasilnya. Baik yang ditanam hasilnya akan baik, buruk yang ditanam hasilnya juga akan buruk.

Beberapa agama dan kepercayaan lain tidak percaya pada konsep karma. Mereka percaya pada konsep “PAHALA” dan “DOSA” serta “SURGA” dan “NERAKA”. Banyak-banyaklah berbuat pahala maka suatu tempat yang bernama surga, dimana tempat itu adalah suatu alam yang penuh dengan kenikmatan akan kita terima setelah mati. Dan jangan berbuat dosa agar suatu tempat bernama neraka, dimana tempat itu adalah suatu alam yang merupakan sumber penderitaan tidak kita terima setelah mati.

Lalu apa perbedaan kedua konsep diatas…???

Atas dasar “karma baik” dan “Pahala” manusia didunia selalu melakukan kebaikan dengan harapan akan mendapat hasil yang baik pula, atau harapan akan mendapatkan pahala untuk masuk surga.

Pertanyaannya,…
“JIKA TIDAK ADA IMBALAN SURGA DAN TEMPAT PENGHUKUMAN NERAKA, SERTA TIDAK ADA IMBALAN BERUPA HASIL YANG BAIK DARI MENANAM KEBAIKAN,.. APAKAH MANUSIA MASIH MAU BERBUAT BAIK…???”
Manusia selalu menuntut imbalan dan menginginkannya dalam setiap prilaku yang dilakukan.
Hari ini sistematika dari kedua konsep diatas yang sebenarnya sangat berbeda menjadi tidak ada bedanya sama sekali.

Manusia melakukan hal-hal yang baik agar mendapat karma baik, dan melakukan kebajikan agar mendapat pahala untuk masuk surga. Tanpa memikirkan orang lain,.. memikirkan orang lain hanya sebuah sketsa agar mendapat keuntungan untuk diri sendiri. Salah satu contoh, lihat berapa banyak bendera golongan dan par-pol ditempat kejadian bencana…

Bayangkan jika pola pikir seperti ini yang dianut oleh Arjuna dalam kisah Mahabrata, maka perang Khuruksetra tidak akan terjadi dan duryodhana akan terus berkuasa…

Jika para pahlawan kita menganut prinsip seperti itu maka, hari ini Indonesia masih dalam penjajahan.

Membunuh,.. apapun alasannya adalah suatu karma buruk yang akan mendatangkan hasil buruk, dan dosa yang akan menjadi tiket untuk ke neraka.

Tapi coba pikir,..
mengapa arjuna mau berperang, mau membunuh sanak saudaranya sendiri, sehingga hari ini kita bisa memiliki kitab Bhagawad-gita yang sangat kita agungkan…

mengapa para pahlawan itu mau berperang, mau membunuh walau mengorbankan jiwa dan raganya, sehingga hari ini kita bisa hidup aman dan tentram di Negara kita tercinta ini..

MENGAPA…???
Karma adalah hukum kehidupan, “apa yang ditanam maka itulah yang akan dituai, dan siapa yang menanam maka ialah yang akan menuai”.
Hindu memberitahu kita tentang hukum nyata yang ada dalam kehidupan, bukan tentang perjudian yang jika pasang besar menang besar, pasang kecil menang kecil.

Ada satu gurauan berbunyi “saya yakin orang-orang yang telah mati itu semuanya merasa senang…!! Buktinya tidak ada satu pun yang kembali lagi kemari”.

Karma itu diberitahu agar difungsikan sebagai bahan intropeksi “kedalam diri” bagi manusia, bukan sebagai sumber ketakutan atau sumber penjaminan kebahagiaan.
Saya rasa tidak ada lagi suatu hal yang bisa menakuti manusia saat ini.

Kita tidak perlu mempermasalahkan kepercayaan orang atau angapan orang tentang konsep-konsep yang ada, yang perlu adalah kita dapat mempertahankan konsep yang ada agar tidak menyerupai konsep yang lain. Karena fungsi konsep-konsep itu ada sendiri dan dengan mengabungkannya tidak akan menambah apapun, justru akan menghilangkan arti sebenarnnya dari konsep tersebut.

Karma ada untuk menciptakan kesadaran manusia. Maka mulai saat ini pecahkanlah dualitas dalam diri kita, hiduplah
dengan berserah diri pada yang kuasa. Berserah diri, bukan berarti tidak berusaha. Tetap berusaha, namun jangan harapkan imbalan apapun. Serahkan semua hasil hanya pada-Nya, biar Dia yang menentukan.

Jangan jadikan Tuhan itu begitu rendah, sehingga kita beranggapan Dia akan memberi kalau kita meminta. Dia lebih tau
apa yang kita butuhkan dan apa yang terbaik untuk kita.
Lakukan segalanya dengan kepasrahan hati dan berserah diri, bukan karena imbalan hasil yang baik atau tempat bernama surga.

Jangan bersedih jika hasil yang diterima tidak sesuai yang diharapkan, jika tidak mengharapkan maka tidak akan ada kesedihan. Berbahagialah karena apapun hasilnya, benih yang ditanam telah berbuah, maka nikmati hasilnya dengan berserah diri.

Ingatlah…”tidak ada seorang pun didunia ini yang tau dengan pasti apa yang akan terjadi kedepan, walau hanya 1 detik”

Bhagawad gita (II,16) mengatakan “ Apa yang tiada tak kan pernah ada. Apa yang ada tak akan berhenti ada. Keduannya hanya dapat dimengerti oleh orang yang melihat kebenaran”.

Namaskar,,
._/\_.
“Semoga bermanfaat”