Senin, 14 Maret 2011

Dibalik Arti "HUKUM KARMA"

Disuatu tempat ada seorang anak sedang mencaci dan memaki orang tuanya tanpa sebab yang jelas, sehingga orang tuanya merasa sangat sakit hati dan sambil menangis dia berkata " nak, kau akan menerima karma atas perbuatanmu"

Ditempat lain ada seorang koruptor sedang memberi makan ribuan anak yatim-piatu dengan uang hasil korupsinya. Dan dalam hati ia bergumam “semoga karma baik menghampiriku”

Kemudian ditempat yang lain lagi, ada seorang karyawan yang dalam hidupnya selalu melakukan bakti terhadap orang tua, sesama, dan kepada yg maha kuasa. Dalam hidupnya selalu bekerja keras dan selalu melakukan dharma. Suatu hari melihat seorang teman yang sangat dikenalnya dia membatin “ lihatlah dia, hidupnya selalu menyengsarakan orang lain, semua kejahatan dilakukannya tanpa sungkan. Namun lihatlah kehidupannya, dia tidak kekurangan suatu apapun. Sementara aku, untuk makan saja terancam,… hahhh,… mengapa karma tidak adil,.. apakah hukum karma itu ada dan berjalan…”

Dari cerita-cerita diatas, kita banyak mendengar tentang karma. Sebenarnya apa arti karma tersebut…???
Hindu mempercayai hukum karma, “apa yang ditanam maka itulah yang akan dituai, dan siapa yang menanam maka ialah yang akan menuai”. Dengan kata lain apa dan siapa yg melakukan, maka dia sendiri yang akan menerima hasilnya. Baik yang ditanam hasilnya akan baik, buruk yang ditanam hasilnya juga akan buruk.

Beberapa agama dan kepercayaan lain tidak percaya pada konsep karma. Mereka percaya pada konsep “PAHALA” dan “DOSA” serta “SURGA” dan “NERAKA”. Banyak-banyaklah berbuat pahala maka suatu tempat yang bernama surga, dimana tempat itu adalah suatu alam yang penuh dengan kenikmatan akan kita terima setelah mati. Dan jangan berbuat dosa agar suatu tempat bernama neraka, dimana tempat itu adalah suatu alam yang merupakan sumber penderitaan tidak kita terima setelah mati.

Lalu apa perbedaan kedua konsep diatas…???

Atas dasar “karma baik” dan “Pahala” manusia didunia selalu melakukan kebaikan dengan harapan akan mendapat hasil yang baik pula, atau harapan akan mendapatkan pahala untuk masuk surga.

Pertanyaannya,…
“JIKA TIDAK ADA IMBALAN SURGA DAN TEMPAT PENGHUKUMAN NERAKA, SERTA TIDAK ADA IMBALAN BERUPA HASIL YANG BAIK DARI MENANAM KEBAIKAN,.. APAKAH MANUSIA MASIH MAU BERBUAT BAIK…???”
Manusia selalu menuntut imbalan dan menginginkannya dalam setiap prilaku yang dilakukan.
Hari ini sistematika dari kedua konsep diatas yang sebenarnya sangat berbeda menjadi tidak ada bedanya sama sekali.

Manusia melakukan hal-hal yang baik agar mendapat karma baik, dan melakukan kebajikan agar mendapat pahala untuk masuk surga. Tanpa memikirkan orang lain,.. memikirkan orang lain hanya sebuah sketsa agar mendapat keuntungan untuk diri sendiri. Salah satu contoh, lihat berapa banyak bendera golongan dan par-pol ditempat kejadian bencana…

Bayangkan jika pola pikir seperti ini yang dianut oleh Arjuna dalam kisah Mahabrata, maka perang Khuruksetra tidak akan terjadi dan duryodhana akan terus berkuasa…

Jika para pahlawan kita menganut prinsip seperti itu maka, hari ini Indonesia masih dalam penjajahan.

Membunuh,.. apapun alasannya adalah suatu karma buruk yang akan mendatangkan hasil buruk, dan dosa yang akan menjadi tiket untuk ke neraka.

Tapi coba pikir,..
mengapa arjuna mau berperang, mau membunuh sanak saudaranya sendiri, sehingga hari ini kita bisa memiliki kitab Bhagawad-gita yang sangat kita agungkan…

mengapa para pahlawan itu mau berperang, mau membunuh walau mengorbankan jiwa dan raganya, sehingga hari ini kita bisa hidup aman dan tentram di Negara kita tercinta ini..

MENGAPA…???
Karma adalah hukum kehidupan, “apa yang ditanam maka itulah yang akan dituai, dan siapa yang menanam maka ialah yang akan menuai”.
Hindu memberitahu kita tentang hukum nyata yang ada dalam kehidupan, bukan tentang perjudian yang jika pasang besar menang besar, pasang kecil menang kecil.

Ada satu gurauan berbunyi “saya yakin orang-orang yang telah mati itu semuanya merasa senang…!! Buktinya tidak ada satu pun yang kembali lagi kemari”.

Karma itu diberitahu agar difungsikan sebagai bahan intropeksi “kedalam diri” bagi manusia, bukan sebagai sumber ketakutan atau sumber penjaminan kebahagiaan.
Saya rasa tidak ada lagi suatu hal yang bisa menakuti manusia saat ini.

Kita tidak perlu mempermasalahkan kepercayaan orang atau angapan orang tentang konsep-konsep yang ada, yang perlu adalah kita dapat mempertahankan konsep yang ada agar tidak menyerupai konsep yang lain. Karena fungsi konsep-konsep itu ada sendiri dan dengan mengabungkannya tidak akan menambah apapun, justru akan menghilangkan arti sebenarnnya dari konsep tersebut.

Karma ada untuk menciptakan kesadaran manusia. Maka mulai saat ini pecahkanlah dualitas dalam diri kita, hiduplah
dengan berserah diri pada yang kuasa. Berserah diri, bukan berarti tidak berusaha. Tetap berusaha, namun jangan harapkan imbalan apapun. Serahkan semua hasil hanya pada-Nya, biar Dia yang menentukan.

Jangan jadikan Tuhan itu begitu rendah, sehingga kita beranggapan Dia akan memberi kalau kita meminta. Dia lebih tau
apa yang kita butuhkan dan apa yang terbaik untuk kita.
Lakukan segalanya dengan kepasrahan hati dan berserah diri, bukan karena imbalan hasil yang baik atau tempat bernama surga.

Jangan bersedih jika hasil yang diterima tidak sesuai yang diharapkan, jika tidak mengharapkan maka tidak akan ada kesedihan. Berbahagialah karena apapun hasilnya, benih yang ditanam telah berbuah, maka nikmati hasilnya dengan berserah diri.

Ingatlah…”tidak ada seorang pun didunia ini yang tau dengan pasti apa yang akan terjadi kedepan, walau hanya 1 detik”

Bhagawad gita (II,16) mengatakan “ Apa yang tiada tak kan pernah ada. Apa yang ada tak akan berhenti ada. Keduannya hanya dapat dimengerti oleh orang yang melihat kebenaran”.

Namaskar,,
._/\_.
“Semoga bermanfaat”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar