Senin, 20 Februari 2012

Kesempurnaan yang Hakiki


Didunia ini kita selalu merasa teman, sahabat, keluarga, dan orang-orang disekeliling kita adalah segalanya. Disatu sisi kehidupan ada orang yang rela mengorbankan segalanya termasuk nyawanya demi seseorang yang dikasihinya. Disisi lain ada orang yang selalu memanfaatkan orang-orang yang mengasihinya demi kepentingannya sendiri. Orang yang selalu mengasihi, selalu dilanda bermacam-macam kesulitan hidup. Sedangkan orang yang memanfaatkan kasih seseorang selalu hidup tenang dan nyaman. Ada orang yang mengorbankan segalanya demi kelangsungan hidup orang lain, namun ada orang yang mengorbankan segalanya demi kelangsungan hidupnya walau mengorbangkan hidup orang lain. Dalam fenomena kehidupan, karena terlalu besarnya kasih dan cinta kita kepada seseorang, kita menjadi sangat "terikat". Sehingga kita lupa bahwa didunia ini, kita tidak memiliki apa-apa termasuk diri kita.
Ada sebuah syair India Selatan berkata...

"Kurthe naka, nallawe... Kurthe le naka, khedhewe...
Othi senjhe naka, theiweme... Othi seyile naka, pisasunge...
Sirippu naka, kudde sirippunge... Aluthu naka, ondhia sawwu solleringe..."

artinya...

"Ketika kau memberi, orang-orang akan menyebutmu sebagai orang baik...
Ketika kau tidak punya untuk memberi, maka kau akan disebut orang jahat...
Ketika kau menolong, kau akan disebut dewa...
Ketika kau tak bisa menolong, kau akan disebut sebagai iblis...
Ketika kau gembira, maka semua orang akan menikmati kegembiraanmu...
Ketika kau menangis, tidak ada yang akan memperdulikanmu..."

Syair ini menginformasikan tentang peraturan kehidupan di dunia ini terutama pada zaman yang banyak disebut orang sebagai “Kali Yuga”. Banyak para Pemuka Agama, Guru Spiritual, Ahli-Ahli Meditasi yang selalu berkata dan mengajarkan “Lepaskan diri dari keterikatan Duniawi, maka kau akan bahagia” dan ada juga yang mengatakan “Jangan pernah berharap apapun, terima semua apa adanya, maka kau tidak akan sengsara”.

Saya hanya ingin mengatakan terima kasih pada guru-guru tersebut yang telah mengimplementasikan ajarannya. Namun jika memang ada tolong beritahu saya satu contoh orang yang pernah hidup (bukan legenda), yang pernah melakukan dan lulus dari salah satu kalimat diatas. Dan jika memang ada, saya mohon berikan satu contoh guru spiritual, Pemuka Agama, atau Ahli-ahli meditasi yang telah melakukan hal tersebut sebelum mereka mengajarkannya pada orang lain.

Hari ini begitu banyak Guru-Guru yang menyatakan dirinya suci, mengajarkan tentang nilai-nilai keagamaan yang dia sendiri tidak mengerti dengan jelas, sehingga membuat hal-hal keliru terjadi dan mengakibatkan pertikaian, perkelahian tanpa sebab yang jelas.

Kalimat “Lepaskan diri dari keterikatan duniawi, maka kau akan bahagia” sering disalah artikan masyarakat, sehingga mengakibatkan banyak anak muda pada usia-usia produktif yang seharusnya bekerja dan menafkai orang tuanya, malah terus berjapa, tidak makan dan meningalkan keluarganya untuk pergi menyepi. Padahal dia sendiri tidak tahu apa arti japanya itu.
Ada seorang suami yang pergi meninggalkan anak istrinya, pergi menyendiri, bermeditasi dengan tujuan mencapai kesempurnaan, sementara anak istrinya terlantar dengan hidup yang tidak karu-karuan. (meniru Tokoh Sri Ragavendra).

Tanpa kita sadari, begitu banyak akibat perbuatan kita yang menyengsarakan orang lain, dan kita terus mengejar kesempurnaan yang kita sendiri tidak tahu dengan jelas.
Pertanyaan saya, Apakah setelah kita menyengsarakan orang lain kesempurnaan illahi akan datang pada kita,..??

Sri Ramakrisna seorang guru suci yang menjadi guru Swami Vivekananda, pada saat Vivekananda dijodohkan dia berdoa pada Dhurga Maa agar Vivekananda menolak lamaran tersebut. Seorang guru suci sekelas Sri Ramakrisna saja memiliki keterikatan yang begitu besar pada muridnya (keduniawian). Tidak ada seorangpun yang bisa melepaskan dirinya dari keduniawian, karena dia sendiri adalah bahagian dari alam ini. Mungkin seseorang bisa bertahan melakukan pelepasan diri dengan segala sesuatu yang terjadi pada dirinya, namun ketika sesuatu terjadi pada orang yang dicintainya maka dia tidak akan bisa bertahan. Manusia mana yang bisa melihat ibunya disakiti dan tidak berbuat apa-apa,..?? Bahkan sebuah patung kayu pun memiliki keterikatan, yaitu keterikatan dengan waktu yang akan membawanya pada saat dimana dia akan rapuh dan rubuh.

Jika kita lihat kembali syair diatas dan kedua kalimat yang kita bicarakan, arti yang di pesankan oleh sabda tersebut adalah sebagai manusia kita harus melepaskan diri dari “keduniawian”, keduniawian yang dimaksud adalah 5 akar sifat duniawi yang selalu menyengsarakan kita, yaitu iri, benci, dengki, emosi, dan tamak. Sabda tersebut mengajarkan kita agar tetap melakukan hal-hal yang baik menurut hati nurani kita. Pada syair “Ketika kau memberi, orang-orang akan menyebutmu sebagai orang baik... Ketika kau tidak punya untuk memberi, maka kau akan disebut orang jahat...kita bukan diajarkan untuk mempasrahkan diri kita kepada keadaan. Dalam hidup kita harus berjuang dan bertempur untuk menjadi pemenang dalam karma kita. Disini kita diajarkan untuk “tidak pernah berharap” pada hasil dari perbuatan yang telah kita lakukan. Karena didunia ini kita hanya ditugaskan untuk berbuat, dan terus berbuat sesuai dengan dharma kita. Sebagai seorang Hindu kita memiliki keyakinan bahwa biarkan esensi karma dan pengaruh alam yang menentukan setiap hasil dari perbuatan kita.

Setiap manusia dilahirkan didunia ini memiliki suatu maksud, memiliki suatu missi, memiliki suatu tujuan yang sangat panjang. Maka jangan habiskan saat-saat berharga dalam dirimu untuk mengejar sesuatu yang kita sendiri tidak mengetahuinya.

Seorang manusia lahir seorang diri, dan matipun seorang diri. Namun bukan kelahiran dan kematianlah yang terpenting, tapi seberapa banyak kita bisa menyelamatkan orang hidup yang akan mati mata hatinya karena menyengsarakan ayah, ibu, anak, istri dan sanak saudaranya dengan pengertian-pengertian keliru yang akhirnya menyengsarakan semua orang. Pada titik inilah akan kita temukan kesempurnaan dan kesejatian diri sebenarnya.


By : M.R. Tamil Selvan