P
|
Apakah
PANCASILA yang merupakan satu dari empat pilar bangsa ini, masih diposisikan
sebagai ideologi bangsa atau kini hanya menjadi hiasan dan sebuah slogan
semata.
Ada
sebuah pembuktian besar dibalik terungkapnya pernyataan SARA yang dilakukan
raja dangdut tersebut. Hal ini bukan hanya sekedar pernyataan untuk
mendeskreditkan salah satu kandidat dan memenangkan kandidat lain, tapi ada
sebuah kenyataan besar yang terungkap tentang tata cara beragama bangsa Indonesia
saat ini.
Pernyataan
tersebut adalah sebagian kecil dari begitu banyaknya doktrin agamais yang
disebarkan untuk menciptakan jurang pemisah antar umat beragama, yang dulu
dilakukan secara diam-diam namun kini dilakukan secara terang-terangan.
Para
pakar-pakar agama tidak lagi mementingkan kesucian iman umat pada tuhannya,
tetapi memberitakan perbandingan-perbandingan yang menjelekan agama lain. Mereka
tidak lagi memberitakan jalan pada umat untuk mempertebal iman ketuhanannya, tetapi
mengajarkan agar umatnya mempertebal rasa perbedaan kepada umat lain yang
berbeda agama. Dan saat ini, hal ini terjadi di semua agama di bangsa ini.
Agama
yang menjadi salah satu inti dibentuknya PANCASILA sebagai pilar pemersatu
bangsa, kini menjadi pemecah belah bangsa. Agama yang merupakan penghubung
antara manusia dengan Tuhan, kini tidak diposisikan sebagaimana mestinya.
Demokrasi
dan Kerukunan Antar Umat Beragama hanya menjadi lips service para pemuka-pemuka agama di depan umum, namun tetap
menerapkan dan mengajarkan perbedaan pada umat-umatnya.
Melihat
kenyataan bangsa saat ini, sungguh menyayat perasaan. Gereja ditutup
dimana-mana hanya karena permintaan sekelompok orang yang mengatasnamakan
sebuah agama. Saat salah satu agama menjalankan ritual tahunannya, seluruh
tempat penjualan makanan ditutup secara paksa, seakan-akan peraturan bangsa
tidak berlaku disana. Larangan agama untuk tidak bertindak semena-mena
dihalalkan demi hal-hal yang diangap tidak sesuai ajaran agama tertentu.
Pemerintah
yang memiliki andil untuk meluruskan seluruh permasalahan dan egoisme kelompok
agama tersebut, kini malah diluruskan oleh kelompok-kelompok agama tertentu.
apakah memang pemerintah tidak berdaya, atau malah pemerintah setuju dengan
aksi tersebut, karena kesamaan agama antara mayoritas penyelengara negara
dengan kelompok tersebut. Dan apakah tidak ada tempat lagi di bangsa ini bagi
masyarakat yang beragama minoritas.
Berdengung
di telinga saya ucapan Bung Karno yang selalu diteriakan Permadi dalam setiap
orasinya, “Hei Bangsaku, jika kau ingin
mempelajari agama. pelajarilah ia hingga menemukan apinya, jangan hanya belajar
menemukan abunya”. Jika ucapan ini diikuti dan diterapkan, maka tidak akan
ada perbandingan atara agama yang satu dan yang lain, tidak akan ada organisasi
agama tertentu yang merasa paling suci dan bertindak sesuka hatinya, dan tidak akan
ada ulama-ulama yang mempolitisir ayat-ayat suci demi kepentingan tertentu
semata.
Akankah
empat pilar bangsa yang selalu dielu-elukan, dan dipamerkan para pendiri bangsa
sebagai produk bangsa Indonesia yang tidak dimiliki negara lain, tetap akan
menjadi ideologi bangsa, atau suatu saat hanya akan ada di buku sejarah yang
tertata apik di perpustakaan nasional, karena bangsa ini telah melupakan budaya
keagamaan asli pertiwinya dan berbangga diri dengan kebudayaan agama bangsa
luar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar